AHLI JAWATANKUASA PARIMBUNIS MENGUCAPKAN " SELAMAT MENYAMBUT TAHUN BARU - 2011 ", DENGAN PENUH KEAZAMAN DAN KEJAYAAN.
SELAMAT TAHUN BARU 2011
MAJLIS PERNIKAHAN KELUARGA PAJAR, PARIMBUNIS
Hajjah Saminah Bte Jais ( Balu Hj Bahrom @ Hj Kadir), dari keluarga Pajar, menjemput warga dan keluarga PARIMBUNIS ke Majlis Pernikahan anak perempuannya, Suhailah Bahrom pada 20 hb Nov. 2010, Hari Sabtu, jam 10.30 pg, di 229, Jln Bunga Raya, Kg Melayu, Simpang Renggam. Kehadiran di hargai.
MAJLIS PERKAHWINAN KELUARGA PAJAR, PARIMBUNIS
Hajjah Zainab Binti Ismail, (bekas pengetua), dari keluarga Pajar, menjemput warga dan keluarga PARIMBUNIS, ke Majlis Perkahwinan Anak Perempuannya pada 20 hb November 2010, Hari Sabtu, di Jalan Chai Chin Koon, Kg Abdullah, Segamat. Kehadirian di Hargai.
SEMINAR EMPAYAR JOHOR-RIAU
Akan diadakan pada hari Jumaat 7hb November @ 1:00pm. di PERSADA JOHOR,JOHOR BAHRU. SEBARANG PERTANYAAN SILA HUBUNGI Yayasan Warisan Johor 07 2245488 SAMBUNGAN 230 ATAU ENCIK HARITHISYA 013 222 8947.
TSUNAMI & MERAPI VOLCANIC TRAGEDY
We would like to extend our deepest condolence to our friendly neighbour
Indonesia for the lost of lifes in the tsunami and merapi volcanic tragedy. Lets pray that the victim's family stay strong and pull it through
TAKBIR HARI RAYA - SALAM AIDIL FITRI
KAMI, AHLI JAWATANKUASA PARIMBUNIS, DENGAN INI, MENYUSUN SEPULOH JARI, MEMOHON KEMAAFAN DAN KEAMPUNAN, DIATAS SEGALA KESILAPAN. MAAF ZAHIR DAN BATIN. SELAMAT HARI RAYA.
RUMAH ADAT KHAS BUGIS
MENGENAL RUMAH ADAT KHAS BUGIS
Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagian depan [ orang bugis menyebutnya lego - lego ].
Bagaimana sebenarnya arsitektur dari rumah panggung khas bugis ini ?. Berikut adalah bagian – bagiannya utamanya :
1. Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri.
2. Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.
3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya.
Mengapa orang bugis suka dengan arsitektur rumah yang memiliki kolong ? Konon, orang bugis, jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis ( tana ugi’ ), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian, bagian atas ( botting langi ), bagian tengah ( alang tengnga ) dan bagian bawagh ( paratiwi ). Mungkin itulah yang mengilhami orang bugis ( terutama yang tinggal di kampung, seperti diriku ) lebih suka dengan arsitektur rumah yang tinggi. Mengapa saya suka ? karena saya orang bugis… hehehe.. :) . Sebenarnya bukan karena itu, tetapi lebih kepada faktor keamanan dan kenyamanan. Aman, karena ular tidak dapat naik ke atas ( rumahku di kampung tingginya 2 meter dari tanah ). Nyaman, karena angin bertiup sepoi-sepoi, meskipun udara panas.. Wong rumahnya tinggi, hehehe
Bagian – bagian dari rumah bugis ini sebagai berikut :
1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit – langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.
2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ).
3. Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah
Melayu-Bugis
Melayu-Bugis merupakan orang-orang Melayu (Johor, Minangkabau, dan Pattani) yang melakukan migrasi ke Sulawesi Selatan sejak tahun 1490. Perantau-perantau ini akhirnya melahirkan keturunan yang berperan di kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan, Riau, dan Semenanjung Malaysia.
Awal Kedatangan Orang Melayu ke Sulawesi
Pada tahun 1542, Antonio de Paiva seorang petualang Portugis mendarat di Siang, sebuah kerajaan tua di pesisir selatan Makassar. De Paiva menyatakan ketika mendarat ia telah bertemu orang Melayu di Siang. Mereka mendiami perkampungan Melayu dengan susunan masyarakat yang teratur sejak 1490.[1] Manuel Pinto yang mengunjungi Siang pada tahun 1545, menyatakan bahwa orang Melayu di Siang berjumlah sekitar 40.000 jiwa. Pada jaman pemerintahan Karaeng Tumaparisi Kallonna (1500-1545), orang Melayu sudah mendirikan pemukiman di Mangallekana, sebelah utara Somba Opu ibu kota kerajaan Gowa. Pada masa Karaeng Tunipallangga, orang Melayu mengutus Datuk Nakhoda Bonang menghadap raja Gowa agar Mangallekana diberi hak otonomi.
Peranan Melayu di Sulawesi
Sejak kedatangan orang Melayu ke kerajan Gowa, peranannya tidak hanya sebagai pedagang dan ulama, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan politik kerajaan. Besarnya jumlah dan peranan orang Melayu di kerajaan Gowa, menyebabkan raja Gowa XII Karaeng Tunijallo (1565-1590) membangun sebuah mesjid di Mangallekana untuk orang Melayu, sekalipun raja belum memeluk Islam.[2] Dalam struktur kekuasaan kerajaan Gowa, banyak orang Melayu memegang peranan penting di istana kerajaan. Pada masa pemerintahan raja Gowa X (1546-1565), seorang keturunan Melayu berdarah campuran Bajau, Daeng Ri Mangallekana diangkat sebagai syahbandar kerajaan. Sejak saat itu secara turun temurun jabatan syahbandar dipegang oleh orang Melayu. Jabatan penting lainnya ialah sebagai juru tulis istana. Pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669), seorang Melayu Incik Amin menjadi juru tulis istana sekaligus penyair.
Peranan orang Melayu di kerajaan juga meliputi sastra dan pengajaran agama Islam. Beberapa naskah keagamaan dan karya-karya sastra diterjemahkan dari bahasa Melayu ke bahasa Bugis. Seperti Hikayat Rabiatul Adawiah, Hikayat Isma yatim, Hikayat Muhammad Hanafiah, Hikayat Shahi Mardan Ali Al Murtada, Hikayat Puteri Jauhar Manikam. Tradisi intelektual berlanjut hingga abad ke-19 dengan penulisan ulang Sureg I Lagaligo karya sastrawan Melayu Johor, Ratna Kencana atau Collipujie Arung Pancana Toa Datu Tanate.
Dari beberapa sumber dapat diketahui bahwa sampai tahun 1615, roda perekonomian Sulawesi khususnya perdagangan antarpulau yang melalui pelabuhan Makassar dikuasai oleh orang Johor dan Pattani. Orang Melayu yang sudah bermukim di Sulawesi sejak berabad-abad lalu tetap memiliki hubungan dagang dengan negeri asalnya di tanah semenanjung dan kepulauan Riau. Sejak tahun 1511, pedagang Melayu telah membawa beras dari Sulawesi ke Malaka. Barulah pada tahun 1621, dibawah kekuasaan Daeng Manrabia Sultan Alauddin (1593-1639), orang Bugis mulai turut mengambil bagian yang penting di dunia perdagangan dan pelayaran Nusantara.
Percampuran Etnis
Tidak dapat diketahui pasti kapan orang Melayu Pattani dan Minangkabau mulai bermukim di Makassar. Beberapa sumber lokal menyatakan bahwa kedatangan orang Pattani dan Minangkabau tak lama setelah kejatuhan Malaka ketangan Portugis pada tahun 1511. Kehadiran Portugis di Malaka menyebabkan kepentingan orang Johor, Pattani, dan Minangkabau menjadi terganggu.
Datuk Leang Abdul Kadir dan Tuan Fatimah dikenal sebagai cikal bakal keluarga Melayu asal Pattani. Sedangkan Datuk Makotta dan Tuan Sitti merupakan cikal bakal keluarga Minangkabau. Di Makassar terjadi perkawinan antara orang Pattani dengan Minngkabau, yang ditandai dengan perkawinan Tuan Aminah, putri Leang Abdul Kadir dengan Tuan Rajja, putra Datuk Makotta. Perkawinan ini biasa diberi gelar incek. Kemudian terjadi pula perkawinan antara orang Melayu dengan orang Bajau, yang diberi gelar kare. Perkawinan antara kare dan incek, melahirkan generasi masyarakat Melayu-Bugis yang dikenal dengan sebutan tubaji (bahasa Makassar) dan tudenceng (bahasa Bugis). Sepanjang kurang lebih 150 tahun telah terjadi perkawinan campuran di antara para bangsawan Bugis-Makassar dengan orang-orang Melayu. Keturunannya tidak lagi menyebut diri sebagai orang Melayu, melainkan menyebut diri sebagai orang Bugis atau orang Makkassar.
Kembali ke Tanah Melayu
Ketika terjadi ketegangan antara kerajaan Gowa dengan VOC dalam memperebutkan dominasi ekonomi di Indonesia timur sejak awal abad ke-17, orang Melayu dan Jawa yang bekerja pada kantor-kantor asing mendapat pukulan yang berat. Kerajaan sangat curiga pada orang Melayu yang berkarya untuk kegiatan perdagangan Belanda di Makassar. Kecurigaan ini mencapai puncaknya ketika kerajaan Gowa kalah dalam perang Makassar (1667-1669) yang mengakibatkan mereka diusir dari kerajaan. Perang Makassar memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya yang sangat merugikan Gowa. Akibat perjanjian ini, orang Melayu yang menduduki jabatan di kerajaan bersama orang Bugis lainnya ikut serta meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di tanah Melayu.
La Galigo di Malaysia dan Riau
Kisah Sawerigading cukup terkenal di kalangan keturunan Bugis dan Makasar di Malaysia. Kisah ini dibawa sendiri oleh orang-orang Bugis yang bermigrasi ke Malaysia. Terdapat juga unusur Melayu dan Arab diserap sama.
Pada abad ke-15, Melaka di bawah pemerintahan Sultan Mansur Syah diserang oleh 'Keraing Semerluki' dari Makassar. Semerluki yang disebut ini berkemungkinan adalah Karaeng Tunilabu ri Suriwa, putera pertama kerajaan Tallo', dimana nama sebenarnya ialah Sumange'rukka' dan beliau berniat untuk menyerang Melaka, Banda dan Manggarai.
Perhubungan yang jelas muncul selepas abad ke-15. Pada tahun 1667, Belanda memaksa pemerintah Goa untuk mengaku kalah dengan menandatangani Perjanjian Bungaya. Dalam perjuangan ini,Goa dibantu oleh Arung Matoa dari Wajo'. Pada tahun berikutnya, kubu Tosora dimusnahkan oleh Belanda dan sekutunya La Tenritta' Arung Palakka dari Bone. Hal ini menyebabkan banyak orang Bugis dan Makassar bermigrasi ke tempat lain. Contohnya, serombongan orang Bugis tiba di Selangor di bawah pimpinan Daeng Lakani. Pada tahun 1681, sebanyak 150 orang Bugis menetap di Kedah. Manakala sekitar abad ke-18, Daeng Matokko' dari Peneki, sebuah daerah di Wajo', menetap di Johor. Sekitar 1714 dan 1716, adiknya, La Ma'dukelleng, juga ke Johor. La Ma'dukelleng juga diberi gelar sebagai pemimpin bajak laut oleh Belanda.
Keturunan Opu Tenriburong memainkan peranan penting dimana mereka bermukim di Kuala Selangor dan Klang keturunan ini juga turut dinobatkan sebagai Sultan Selangor dan Sultan Johor. Malahan, kelima-lima anak Opu Tenriburong memainkan peranan yang penting dalam sejarah di kawasan ini. Daeng Merewah menjadi Yang Dipertuan Riau, Daeng Parani menikah dengan puteri-puteri Johor, Kedah dan Selangor dan juga ayanhanda kepada Opu Daeng Kamboja (Yang Dipertuan Riau ketiga), Opu Daeng Manambung (menjadi Sultan Mempawah dan Matan), Opu Daeng Cella' (menikah dengan Sultan Sambas dan keturunannya menjadi raja di sana).
Pada abad ke-19, sebuah teks Melayu yaitu Tuhfat al-Nafis mengandung cerita-cerita seperti di dalam La Galigo. Walaubagaimanapun, terdapat perubahan-perubahan dalam Tuhfat al-Nafis seperti permulaan cerita adalah berasal dari Puteri Balkis, Permaisuri Sheba dan tiada cerita mengenai turunnya keturunan dari langit seperti yang terdapat di dalm La Galigo. Anak perempuannya, Sitti Mallangke', menjadi Ratu Selangi, sempena nama purba bagi pulau Sulawesi dan menikah dengan Datu Luwu'. Kisah ini tidak terdapat dalam La Galigo. Namun demikian, anaknya, yaitu Datu Palinge' kemungkinan adalah orang yang sama dengan tokoh di dalam La Galigo
SUKU BUGIS
SUKU BUGIS adalah suku yang tergolong ke dalam suku Melayu muda. Masuk ke SULAWESI SELATAN setelah gelombang migrasi pertama dari daratan ASIA tepatnya Yunan. Kata ‘Bugis’ berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Wajo yaitu LA SATUMPUGI Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.
SUKU BUGIS adalah suku terbesar ketiga di Indonesia setelah suku Jawa dan Sunda. Berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dan menyebar pula di propinsi-propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,Pulau Kalimantan, Irian, Jawa Bali dan Kepulauan Riau, dan sampai ke Negara Singapore, Malaysia, Berunai Darussalam dan sampai ke Afrika Selatan.
Manusia Bugis, Rantau & Budayanya
RESENSIJudul : Manusia Bugis
Penulis : Christian Pelras
Penerbit : Nalar, Jakarta
Tahun : Februari 2006
Hal. : xxxxiv + 450 hlm.
Oleh : Muhammad Ridwan Alimuddin
“Dari mana nenek-moyang orang Sulawesi Selatan berasal? … jika anggapan Mills benar bahwa lokasi pertama yang ditempati para pendatang adalah sekitar muara Sungai Saddang, maka kemungkinan besar asalnya dari Kalimantan Timur, yakni sekitar Kutei-Samarinda, atau dari bagian tenggara Kalimantan, yakni sekitar Pegatan-Pulau Laut (belakangan, pada kedua wilayah itu terdapat perkampungan bugis. Mungkin tanpa disadari, mereka sebenarnya telah kembali ke tempat asal nenek-moyang mereka) …”Demikian Christian Pelras, menulis salah satu tesis tentang asal nenek moyang orang Bugis di Sulawesi Selatan, di dalam bukunya Manusia Bugis (Nalar, 2006 hal. 45, terjemahan dari The Bugis, 1996). Tesis ini sudah lama dikemukakan oleh seorang ahli bahasa, Roger F. Mills, yaitu pada tahun 1975, namun bagi masyarakat umum di Indonesia pendapat ini mungkin masih baru.Selain baru, juga menarik sebab pemahaman yang ada adalah orang Bugis (termasuk suku-suku lain di Sulawesi Selatan dan Barat) yang ada di Kalimantan Timur dewasa ini berasal dari pulau Sulawesi dari proses gelombang migrasi yang hampir terjadi sepanjang tahun, meski itu hanya per individu. Dengan kata lain, “Mereka kembali ke asal”. Betulkah demikian? Ada ilmuwan yang setuju, ada yang tidak. Namun dari penelitian kesamaan bahasa dan kedekatan geografis, itu sangat dimungkinkan untuk terjadi.
Terlepas orang Bugis “kembali” atau tidak, Kalimantan Timur merupakan salah satu kawasan penting di dalam sejarah migrasi orang Bugis, sejak ratusan tahun lampau sampai detik tulisan ini dibuat. Untuk itu, pada gilirannya, dunia sosial, politik, ekonomi, dan budaya di Kalimantan Timur tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan Bugis atau Sulawesi Selatan secara umum.
Manusia Bugis di Kalimantan Timur tidaklah satu “jenis” saja. Pertama yang perlu diketahui, istilah “Bugis” sering diartikan sebagai “orang dari Sulawesi Selatan”, meski orang itu beretnik Makassar, Mandar, Bajau dan Toraja. Kedua, ada orang Bugis yang memang melakukan migrasi (lahir di tanah Sulawesi untuk kemudian pindah) dan ada yang orang hanya Bugis biologis saja, yaitu kedua (atau satu) orangtuanya berasal dari Sulawesi tetapi dia lahir di Kalimantan Timur.
Buku setebal 500 halaman ini merupakan buku terbaik tentang kebudayaan Suku Bugis. Artinya, dia bisa menjadi rujukan untuk dua hal di atas: perbedaan dan kesamaan Bugis dengan suku lain dan acuan generasi Bugis yang lahir di luar tana Ugi, misalnya di Kalimantan Timur ini. Manusia Bugis dan budayanya amatlah penting diketahui dari sumber yang obyektif sebab seringkali ada yang belum kita pahami hingga menimbulkan persepsi yang salah atau berlebihan terhadap Bugis dan manusianya.
Kalimat kunci yang menjadi benang merah antara: Pulau Sulawesi–manusia Bugis–migrasi–tujuan migrasi adalah alasan untuk melakukan perpindahan dari tanah kelahirannya ke daerah lain, baik di pulau yang sama (Sulawesi) maupun di seberang lautan: “…berhubungan dengan upaya mencari pemecahan konflik pribadi, menghindari penghinaan, kondisi yang tidak aman, atau keinginan untuk melepaskan diri baik dari kondisi sosial yang tidak memuaskan, maupun hal-hal yang tidak diinginkan akibat tindakan kekerasan yang dilakukan ditempat asal.” (hal. 370).
Dari alasan-alasan di atas, Pelras mengambil kasus orang Bugis di Kalimantan Timur sebagai salah satu contoh, yaitu perpindahan seorang bangsawan Wajo’ bernama La Ma’dukelleng bersama 3.000 pengikutnya ke Pasir. Dan oleh Sultan Pasir, perantau tersebut diberi tanah yang sekarang ini dikenal dengan nama Samarinda, kawasan yang dibesarkan oleh orang Bugis.
Alasan di atas berlanjut: “Hanya saja, alasan seperti itu saja tampaknya tidak akan cukup memadai untuk dijadikan landasan untuk memahami mengapa begitu banyak tersebar pemukiman orang Bugis di seluruh Nusantara sejak akhir abad ke-17. Juga tidak dapat menjelaskan kenyataan bahwa—terlepas dari keadaan yang terus berubah—aktivitas perantauan justru merupakan ciri khas “permanen” orang Bugis hingga kini”.
Lalu, sebenarnya budaya apa sih yang identik dengan manusia Bugis? Pertanyaan ini mudah dijawab untuk orang Bugis yang memang lahir dan besar di Sulawesi Selatan. Lalu bagaimana yang mengklaim dirinya sebagai to Bugis tetapi dia lahir di daerah lain, katakanlah Kalimantan Timur? Ya, dia berhak bersikap demikian jika kedua orangtuanya Bugis totok, hitung-hitung dia bisa berbahasa Bugis. Tapi ini kan hanya salah satu unsur budaya Bugis. Bagaimana dengan unsur-unsur budaya yang lain? Apakah dia juga memiliki sikap siriq dan pesseq? Apakah ketika dia lahir dan menikah oleh orangtuanya menggunakan budaya-budaya Bugis? Rumahnya berarsitektur rumah Bugis? Apakah dia menjadi bagian dari pranata sosial yang berkembang di tanah Bugis?
Inilah yang perlu dijawab dan dipahami generasi Bugis yang lahir di perantauan. Manusia Bugis dapat dijadikan sebagai bahan perenungan untuk dapat memposisikan diri sebagai generasi yang tidak kehilangan akar budaya meski dia lahir di luar tanah-budaya moyangnya; meski ciri Bugis hanya karena dia keturunan sepasan laki-laki dan perempuan yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Bukan itu saja, orang lain yang mempunyai latar belakang suku yang berbeda tetapi bergaul dengan manusia Bugis di kesehariannya, misalnya sebagai isteri/suami, teman sekantor, rekan bisnis, dan sahabat juga penting untuk memahami budaya-budaya Bugis. Bagaimanapun, Banjar, Dayak, Jawa, dan suku lain di Kalimantan Timur mempunyai banyak perbedaan dengan budaya Bugis yang sedikit-banyak seringkali menimbulkan pergesakan yang berujung pada konflik. Pemahaman atas budaya Bugis dan sebaliknya (orang Bugis juga harus memahami budaya pihak lain) adalah salah satu cara untuk menjalin hubungan yang harmonis.
Di mata orang luar, orang Bugis dikenal sebagai orang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu, demi mempertahankan kehormatan (siriq), mereka bersedia melakukan tindak kekerasan. Namun demikian, di balik sifat keras itu, orang Bugis juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi kesetiakawanannya. Orang Bugis memiliki berbagai ciri khas yang sangat menarik. Mereka adalah contoh yang jarang terdapat di wilayah Nusantara. Mereka mampu mendirikan kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh India, dan tanpa mendirikan kota sebagai pusat aktivitas mereka. Orang Bugis juga memiliki kesusastraan, baik lisan maupun tulisan yang cukup dikagumi. Dan setelah menganut Islam, bersama Aceh, Minangkabau, Melayu, Sunda, Madura, Moro, Banjar, Makassar, dan Mandar, orang Bugis identik sebagai orang di Nusantara yang kuat identitas keislamannya.
Sumber: Buginese
Daeng Parani 5 bersaudara
PANDUAN Pelayaran berusia 300 tahun dipercayai digunakan Daeng Parani ketika menjelajah ke Tanah Melayu
Raja Kechil tolak cadangan damai menyebabkan berlaku peperangan selama setahun dengan Raja Kedah
PENEMUAN makam Daeng Parani, tokoh yang terbabit secara langsung dalam percaturan politik Kedah lama pada kurun ke-18 di Kampung Ekor Lubuk, Sidam Kiri dekat Sungai Petani, menambah satu lagi produk pelancongan bersejarah negeri itu.
Usaha menjejaki peninggalan Daeng Parani dikatakan dilakukan sejak lebih 30 tahun lalu oleh keturunannya yang ramai tinggal di kampung berkenaan.
Usaha lebih terancang dan agresif dengan kajian ilmiah berpandukan buku Sejarah Melayu yang ditulis oleh Raja Ali Haji, Tuhfat al-Nafis, hanya dilakukan oleh Persatuan Keturunan Opu Dahing Parani sejak kira-kira dua tahun lalu.
Selain itu, cerita mengenai Daeng Parani juga disebut dalam buku sejarah lama lain seperti Salasilah Melayu dan Hikayat Siak.
Setiausaha persatuan itu, Roshaliza Abdul Razak, berkata kajian agresif dan ilmiah dimulakan pada 6 Ogos 2006 dengan tujuan untuk mengeratkan hubungan silaturahim sesama ahli keturunan tokoh berkenaan.
MAKAM Daeng Parani yang terletak di Kampung Lubuk Ekor dekat Sidam Kiri, Sungai Petani
Kemuncak kepada usaha menjejaki peninggalan Daeang Parani apabila forum yang dianjurkan oleh Persatuan Sejarah Negeri Kedah (PSNK) pada 13 Mei 2007 bersetuju dan menegaskan makam Daeng Parani terletak di kampung berkenaan.
Forum berkenaan yang khusus untuk membincangkan lokasi makam tokoh itu dipengerusikan oleh pensyarah sejarah Universiti Sains Malaysia (USM), Prof Madya Mohd Isa Othman dan panel dianggotai oleh Pensyarah Sejarah Universiti Malaya (UM), Prof Abdullah Zakaria Ghazali dan Pengerusi PSNK, Datuk Wan Samsuddin Mohd Yusof.
Pembabitan Daeng Parani serta empat saudaranya, Daeng Marewah, Daeng Menambun, Daeng Celak dan Daeng Kemasi, dalam politik Kedah lama bermula apabila dia dipanggil oleh Raja Kedah pada 1720-an untuk membantu dalam isu perebutan takhta.
Misi Opu Bugis Lima Bersaudara itu ialah membantu mengambil alih takhta daripada adinda Raja Kedah ketika itu dengan sokongan kuat orang Bugis dan Mengkasar.
ARTIFAK lama dipercayai milik Daeng Parani.
Abdullah Zakaria dalam kertas kerjanya pada forum berkenaan menyatakan pembabitan Daeng Parani dan saudaranya dalam politik Kedah apabila dia mengutus surat kepada Raja Kechil mengenai cadangan pembahagian kuasa dan tugas bagi mengelak sengketa.
Bagaimanapun, Raja Kechil menolak cadangan itu dan berlaku peperangan yang berlarutan selama setahun antara gerombolan Raja Kedah dan Raja Kechil.
Daeang Parani terkorban dalam pertempuran kali kedua walaupun angkatan Raja Kechil tewas, yang dikatakan berlaku dekat Kampung Ekor Lubuk dan dikebumikan secara adat raja-raja di situ oleh saudaranya.
Dia dikatakan meninggal dunia apabila dibedil dengan meriam oleh Raja Kechil ketika mahu melabuhkan perahunya dekat Sungai Muda untuk berdepan dengan Raja Kechil.
Selain Kedah, Daeng Parani lima bersaudara itu yang dikatakan tinggi ilmu agama dan pelayaran juga terbabit secara langsung dalam politik Johor, Selangor, Negeri Sembilan yang disebut Linggi dan Perak ketika itu.
Roshaliza berkata, sehingga ini PSNK mengiktiraf bahawa makam itu adalah pusara Daeng Parani manakala Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan dikatakan dalam proses untuk membaikpulih kawasan pusara supaya menjadi tapak lawatan orang ramai.
"Sehingga ini, kami berjaya mengumpulkan kira-kira 5,000 ahli keturunan Daeang Parani di beberapa negeri seperti Kedah, Perlis dan Pulau Pinang," katanya.
Pahlawan Melayu gunakan baju, topi besi ketika berperang
DAENG Parani disifatkan sebagai pahlawan yang mempunyai ilmu agama dan pelayaran yang tinggi sehingga membolehkan dia dan empat saudaranya mengembara dengan kapal kecil dari Kepulauan Sulawesi ke Tanah Melayu.
Setiausaha Persatuan Keturunan Opu Dahing Parani, Roshaliza Abdul Razak, berkata perkara itu terbukti dengan kewujudan sekeping jadual pelayaran yang mempunyai gambar haiwan tertentu, kapal dan simbol tertentu dan bertulisan Jawi tetapi amat sukar difahami yang dipercayai ada kaitan dengan jadual pelayaran Opu Bugis Lima Bersaudara itu.
Malah, lima bersaudara itu juga dikatakan mula menggunakan baju dan topi besi ketika berperang, peralatan yang dianggap maju ketika itu dan menggerunkan lawan.
"Mereka juga adalah keturunan Raja di kepulauan itu dan kecuali Daeng Parani, semua empat adik-beradiknya pernah menduduki takhta di beberapa kawasan di Indonesia," katanya.
Berdasarkan catatan dalam Tuhfat al-Nafis, lima bersaudara itu amat rapat antara satu sama lain dan keempat-empat beradik, Daeng Chelak, Daeng Marewah, Daeng Menanbung dan Daeng Kemasi amat patuh kepada arahan Daeng Parani.
Bukti kepada kesepakatan itu apabila Daeang Parani berangkat ke Siak untuk berbincang dengan empat saudaranya itu mengenai strategi apabila dia menerima surat daripada Raja Kedah memohon bantuan berkaitan perselisihan takhta.
Lima bersaudara itu adalah anak kepada Raja Bugis, Opu Tendriburang Daeng Rilaga, putera kepada La Maddusalat, yang memerintah Luwuk, Indonesia ketika itu.
Roshaliza berkata, jadual pelayaran itu disimpan oleh keluarganya sehingga turun temurun selain beberapa artifak lain seperti tempayan dan pedang.
Lima bersaudara itu dikatakan datang ke Kedah pada 1724 sekali gus terbabit dengan politik negeri itu ketika itu.
Selepas mangkat, makam Daeng Parani di Kampung Ekor Lubuk dekat Sungai Petani dikatakan disembunyikan manakala ahli keluarganya di situ tidak dinamakan dengan Daeng bagi mengelakkan daripada dijadikan mangsa dendam oleh angkatan Raja Kechil yang ditewaskan
Sejarah Bugis Di Tanah Melayu
Orang Bugis berasal dari kepulauan Sulawesi di Indonesia, dan kini dengan populasi seramai tiga juta, mendiami hampir kesemua kawasan di Sulawesi Selatan. Penaklukan Belanda pada kurun ke-17 menyebabkan sebahagian daripada mereka berpindah dan kini telah bercampur dengan suku lain di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Semenanjung Malaysia dan Sabah,Sarawak.
Etnik Bugis cukup terkenal di dalam bidang maritim di Kepulauan Melayu dan di dalam bidang ekonomi. Mereka juga terkenal sebagai pahlawan yang berani, lanun yang digeruni dan pedagang yang berjaya. Pusat tumpuan utama bagi kebudayaan dan ekonomi etnik ini adalah Ujung Pandang atau dikenali sebagai Makassar. Orang Bugis juga merupakan penganut agama Islam.
Bugis memainkan peranan yang penting dalam sejarah di Tanah Melayu. Mereka terlibat secara langsung atau tidak langsung di dalam politik dan perbalahan negeri-negeri Melayu ketika itu, terutama sekali negeri Johor. Ianya bermula apabila Daeng Loklok ingin memerintah Johor tetapi tidak dipersetujui oleh pemerintah negeri Johor Riau Lingga ketika itu, iaitu Raja Kechil. Ini menyebabkan Daeng Loklok atau Bendahara Husain meminta bantuan Raja-Raja Bugis untuk menumpaskan Raja Kechil. Bermula dari sinilah campur tangan Bugis di Tanah Melayu. Malah,Raja Ali, anak Daeng Chelak, Raja Lumu, dinobatkan sebagai Sultan Selangor pertama.
RAJA KECIL
Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah (Raja Kecil) yang memerintah Johor Riau-Lingga sabagai Sultan Ke-12, mendirikan pusat pemerintahan di Siak, Sumatera pada tahun 1718. Maka, Sultan Sulaiman I, Sultan Johor-Riau-Lingga ke-13 yang berketurunan Wangsa Bendahara, menggunakan orang-orang Bugis dari Luwok, Makassar kecil, yang berkampung di Kelang untuk mendapat balik kerajaan Johor-Riau-Lingga dari Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah.
Sebaik sahaja orang Bugis menerima persetujuan dari Sultan Sulaiman I, angkatan Bugis Luwok terus datang dengan tujuh buah kapal menuju ke pusat kerajaan Johor-Riau di Riau untuk menyerang. Kerajaan Johor-Riau kalah di dalam peperangan ini dalam tahun Hijrah 1134. Sebagai upahan, Sultan Sulaiman I bersetuju untuk melantik seorang Bugis Luwok menjadi Yamtuan Muda Riau di Riau, bagi mempertahankan agama dan kerajaan Johor, Riau dan Lingga diserang dari luar dan dalam.
Sultan Sulaiman telah melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau pertama dari Sapuloh. Kemudian adik perempuannya, Tengku Tengah, pula dikahwinkan dengan Daeng Parani yang mana suaminya telah mangkat di Kedah semasa menyerang raja kerajaan Johor-Riau Sultan A Jalil Rahmat Raja Kecil Shah disana. Seorang lagi adik Sultan Sulaiman Tengku Mandak dikahwinkan dengan Daeng Chelak (1722-1760).
Dalam tahun 1730-an, seorang Bugis bernama Daeng Mateko yang berbaik dengan raja kerajaan Siak mengacau ketenteraman Kelang; negeri Melayu yang diserahkan kapada orang Bugis Luwok sabagai upah membantu Sultan Sulaiman I mendapat kembali kerajaan Johor-Riau-Lingga. Ini menjadikan Daeng Chelak datang ke Kuala Selangor dengan angkatan perang dari Riau. Daeng Mateko dapat dikalahkan dan kemudiannya beliau lari ke Siak. Semenjak itu, Daeng Chelak sentiasa berulang-alik dari Riau ke Kuala Selangor.
Ketika Daeng Chelak berada di Kuala Selangor penduduk Kuala Selangor memohon kepada beliau supaya terus menetap di situ sahaja. Walau bagaimanapun, Daeng Chelak telah menamakan salah seorang daripada puteranya, iaitu Raja Lumu, datang ke Kuala Selangor. Waktu inilah datang rombongan anak buahnya dari Riau memanggil Daeng Chelak pulang ke Riau dan mangkat dalam tahun 1745.
PERKATAAN2 BAHASA BUGIS
Kaki=aje
Anunya lelaki=laso....anunyaperempuan=lesi/combi
mata=mata
rambut=geme
telinga=daculing
Kepala=ulu
tangan=lima
pusat=possi
pantat=uri
paha=poppang
mulut=timun/timung
gigi=isi
katiak=kalepa
satu= seddi
dua=dua
tiga=tellu
empat=eppa
lima=lima
enam=enneng
tujuh=pitu
lapang=aruah
sembilan=serah
sepuluh=seppuloh
bapa = ambo ..................indo = ibu
Lelaki=burane ................Perempuan=makkunrai
suami=lakkai..................isteri= baene
orang tua =taumatoa...........orangmuda=kallolo
penganggur = bambong..........pekerja=pajama
sepupu=sappok.................nure=anak kamanakang/anak saudara
pencuri=maling................polis=polisi
cewek =canrik/canring
macik/pakcik=mure
kawan=lago
pedagang=paddagang
orang = tau
pesawah=paggalung
pemuda=kallolo
dukun=sanro
panjat=kenre..................turun=nok
Makan = mandre................minum=winung/minung
buka= timpa...................tutup=tutuk
panas=pella...................sejuk=cekke/keccek
duduk = tudang................berdiri=tettong
Jalan = jokka.................tingal=monro
ketawa=cawa...................nangis = terri/kerra
banyak = mega.................sedikit=ceddek
malam =wenni/benni............siang = esso
ingat=inggereng...............lupa=lupa
putus=pettu...................ikat=siok
panjang= lampe................pendek=poncok
esok = baja...................hari ini= esso'e
tinggal = monro...............pindah=lessek
pandai = macca................bodoh=dongok/benggo/tolle
dalam = laleng................luar=saliweng
bersama = sibawa..............sendiri=cilale
tunggu = tajeng...............tinggalkan =sallai
bangun = motok................tidur=tinro
pegang = ketenni..............lepas=lepesanggi
marah=macai...................sabar=sabbara
rosak=solang..................bagus/baik=magellok /makanjak
berak=jambang.................kencing=teme
jauh=bela.....................dekat=cawe
pakai=pake....................buka/tangal=legga
belakang=monri/boko...........depan=riolo
kahwin=botting................lado=bujang lappok/andartu
mati=mate.....................hidup=tuwo
atas=ase......................dibawah=e抋wa
mahal=suli....................murah=sempo
jual=balu.....................beli=meli
hitam=bolong .................putih=pute
tiada = degage................ada=engka
hilang = lennye/tabbe.........jumpa= runtuk/lolongi
ambil=alah....................beri/kasi=arengi
simpan/letak = taro...........buang=abeang
angkat = rakka/akka...........letak/simpan=taro
gula=golla....................garam=pejje
besar=loppo...................kecik=biccuk
kering=rakko..................basah=maricak
sudah=pura....................belum=deppa
lapar=malupu..................kenyang=messok
gemuk=commok/bondeng..........kurus=kojok/tengkek
habis=cappu...................ada=engka
bukan=tania...................ya=eyek
tumbuk=jagru..................tampar=teleppak
selipar =sandala..............kasut=sepatu
basikal = sapeda..............motor=motoro
keluar = messu................masuk=mattama
mahu = melo...................janganlah/tak payahlah = ajana
terus=terru...................singgah = leppang
sekejap = cinampe.............lama=maita
pulang = lisu.................sampai=lettu
Naik =menre ..................turun=nok
cari=sappa....................jumpa=runtuk/lolonggi
manis=cenning.................pahit=paik
mintak=milau..................beri/kasi=arengi
sikit = pedih/malasa.........selesa=nyameng
pergi=lao/lokka..............sampai/tiba=lettu
pinjam=minreng...............kasi balik=palisu'e
kumpulkan =peddeppungi.......hambur/sepah=tale
sembunyi=sobbuh/tapo.........muncul=collong
bertanya= makkutana..........beritahu=podanggi/pidanggi
gunting=goncing
bantal=angkelung
kelambu=bocok
Piring = penne
Penyapu = pasering
Pintu = tangge
beras=berre
sawah=galung
Rumah =bola
Bola = golok
rokok = pelo/tolek
Air = wae
kereta = oto
parang = bangkung
cangkul = bingkung
sungai=sallo
basen= beskom
Jalanan = laleng
sarung=lipa
kapal terbang=kappala luttu
sikat rambut=jakka
obeng=pemutar skru
hujan=bosi
papan =papeng
gunung=bulu
pakain yang dijemur=care2
rambut panjang = gonrong
air minum= wae rinung
selang=hos getah
baldi=ember
kayu=aju
seluar=sulara
sudu=sanruk
ajinamoto=pissing
nasi=nandre
kuih=beppa/gadde
penumbuk=pajagru
tumpis=becok
cakap/kata=fau/asseng
belajar=magguru
sembahyang=sempajang
azan=bang
batuk=more
tetap=tette
megantuk=cakarudduk
tergantung2=taddoleng2
kerja = jama
jatuh=meddu/buang
nanti=matu
Main = cule
masak = nasu
mungkin=kapang/bara
tusuk=coddo
Terlampau=liwe ladde
selingkuh=curang
beritahu=podanggi
dahulu=jolok
henti=paja (paja ni majama e acok=berhenti sudah kerja si acok)
menginap/bermalam=mabenni
tumpang lalu= tabe
suka = puji
taubat = toba
kerja = jama
kuat = lessi
lalu/limpas=lalo
dongak=congak
maksudnya=bettuanna
kentut=mettu
menitis=mitti
melihat=makita
panggil=olli/obbe
sebab=nasaba
teriak = gora
berdarah = maddara
bukan = tania
namaku = asekku
Hajat = minasa
ludah=miccu
Habis =cappu
sebat=cambo
Pukul=peppek/bampa/calla
rupa = tappa
menjadi = mancaji
berita = kareba
bawa = tiwi
janji=janci
rompong=sippo
selalu=tuli
berhati perut=babbua
gayamu/perangaimu=kedomu/sifa
ku sangka = uwasenggi
kecewa=kacele
rezeki = dallek
sebelah=cuali
dekat = sedde
kaya=sogi
kutuk/hina = cecca
hujung=cappak
lihat=mita
koyak=sape
rakus = labuaja
Lanjik = calledak
kedekut=sekkek
Penipu =pabbelleng
malu=masiri /cinna
gembira=mario
terkejut= cakkitte/taseleng
penat=poso
nakal =betta
malas=kuttu
siapa= niga/ingga
Busuk = kebbong/ keppang
mana= kega/tega
terseliuh=tapasolla
tangkap=tikkeng
baik/bagus/sesuai=deceng
baling=rempe
hempap/tindis=timpa
terlalu=talliwe
garu=kakkang
ambil peduli=najampangi
ganti=selle
sedar = sedding
cuci=bissa
bising=marukka
merah=cellek
potong/sembelih=gerek
susahpayah=silanre
lompat=luppe
cium=cippok
bertiarap=mapalaka
makkianak=beranak
megandung=mattampuk
mandi=cemme
raba=makarawa
luas=maloang
lebar=lebba
kode=isyarat
jenama=mere
bengkak=boro
temberang= borro
boleh=naule
bakar=tunu
wuduk=jennek/wae sampajang
Apa kau buat=Aga mu pigau
buah=bua
sukun=baka
pisang=utti
ubi =lame
manga=pao
kelapa=kaluku
nangka=pinasa
jagung=berelle
kerbau = tedong
ayam=manuk
ikan = bale
kucing=coki/miong
anjing=assu
kuda=nyarang
kambing=bembek
tikus=belesu
lipas=kanjopang
monyat=lanceng
http://bugis.lumak.net/
GURINDAM DUA BELAS - RAJA ALI HAJI
Gurindam I
Ini gurindam pasal yang pertama
Barang siapa tiada memegang agama,sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Barang siapa mengenal yang empat,maka ia itulah orang ma'rifat Barang siapa mengenal Allah,suruh dan tegahnya tiada ia menyalah. Barang siapa mengenal diri,maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari. Barang siapa mengenal dunia,tahulah ia barang yang terpedaya. Barang siapa mengenal akhirat,tahulah ia dunia melarat.
[sunting] Gurindam II
Ini gurindam pasal yang kedua
Barang siapa mengenal yang tersebut, tahulah ia makna takut. Barang siapa meninggalkan sembahyang, seperti rumah tiada bertiang. Barang siapa meninggalkan puasa, tidaklah mendapat dua temasya. Barang siapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat. Barang siapa meninggalkan haji, tiadalah ia menyempurnakan janji.
[sunting] Gurindam III
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.
[sunting] Gurindam IV
Ini gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
[sunting] Gurindam V
Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
[sunting] Gurindam VI
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
[sunting] Gurindam VII
Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
[sunting] Gurindam VIII
Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
[sunting] Gurindam IX
Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik,
tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
[sunting] Gurindam X
Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi kafill.
[sunting] Gurindam XI
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hajat.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
[sunting] Gurindam XII
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Gurindam 12, pasal yang ke 11 dan ke 12
Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh anayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
JEMPUTAN MAJLIS PERKAHWINAN
PUAN NORIDAH, AHLI KELUARGA PAJAR, MENJEMPUT SEMUA WARGA PARIMBUNIS SEKELUARGA KE MAJLIS PERKAHWINAN ANAKNYA DI 1520, BLOK 18, FELDA TUNGGAL, 81900 KOTA TINGGI, JOHOR PADA 21 HB MAC 2010. KUNJUNGAN UNTUK MERAIKAN MAJLIS TERSEBUT AMATLAH DI HARGAI.
KELAS BAHASA BUGIS
PERSATUAN EKONOMI BUGIS MALAYSIA AKAN MENGADAKAN KELAS BAHASA BUGIS DI PEKAN FRANCAISE, JALAN PONTIAN, JOHOR BAHRU, BERMULA PADA BULAN FEBRUARI 2010. YURAN: RM 100.00 BAGI PEMBELAJARAN SELAMA 2 BULAN, IAITU SETIAP HARI SABTU DAN AHAD, DARI JAM 4 PTG HINGGA 6 PTG. HUBUNGI SAYA DI TALIAN 019 7770435 UNTUK KETERANGAN LANJUT.