I La galigo itu kitab sastra, maka bercampur myth (mitos).. mitosnya lebih banyak dari faktanya. namun ada sedikit fakta yang meninggalkan beberapa bukti hingga sekarang. maka ahli sejarah hanya memakainya untuk mengenal kebudayaan Bugis sebelum abad 14. Bukan sumber sejarah baku.
Ramai orang tidak tahu sejarah ini. mereka hanya tahu Negarakertagama yang mengklaim Luwu itu wilayah taklukan Majapahit. Dari sisi Luwu dan penelitian arkeolog Indonesia dan australia dalam Oxis Project dan Kedatuan Luwu, tak seperti itu.
MACCAPAI = MAJAPAHIT?
Sedikit Dalam naskah La Galigo, singkat saja yang mungkin berhubungan dengan pulau Jawa dan mungkin Majapahit.
Nama nama Raja Luwu menurut Buku Andi Jemma Datu Luwu
Nama-Nama Raja Luwu yang yang terdapat dalam Silsilah Melayu dan Bugis pada masa Galigo
SITI MALANGKE (Datue ri Malangke’?) ratu di tanah Bugis Silayang,
DATU PALINGI’I (Datu Palinge’?): buku Galigo : Mutia Unru’ Datu Palinge ri Senrijawa, permaisuri La Patiganna Aji’ Sangkuru Wira, Patoto’-e).
PATUTUI’(Galigo : Patotoe, suami Mutia Unru’ Datu Palinge’, jadi bukan anaknya Datu Palinge, nama asli La Patiganna).
BETARA GURU (Galigo : La Toge’langi bergelar Batara Guru, Raja Pertama Luwu’).
BETARA LATTO’( Galigo : La Tiuleng, bergelar Batara Lattu’, Raja Luwu II).
SAWERIGADING ( Galigo : La Maddukelleng To Appanyompa bergelar Sawerigading, Opunna Ware’-tidak pernah menjadi Raja Luwu’. Ia adalah suami We Cudai Daeng Ri Sompa, Datunna Tana Ugi’(Ratu Bugis II).
LA GALIGO ( Galigo : La Galigo To Padammani, Datunna Tana Ugi’ III dan tidak pernah menjadi Raja Luwu’).
TATA ( Galigo : La Tenritatta’, Pajung Masagalae ri Luwu’, Raja Luwu III dan terakhir pada periode Galigo).
Berlanjut hingga Nama-Nama Raja Luwu awal menurut Silsilah Melayu dan Bugis pada masa Lontara’ Sejarah
SAUNG RI WARA’ LATTALAKA (=Saung ri ware’?) naskah GALIGO : SIMPURUSIANG, anak We Tenri Abeng, saudara kembar Sawerigading, dan Remmang ri Langi’: raja pertama periode Lontara’Sejarah)
SIAJANGE KURINNA (Lontara’: ANAKAJI yang kawin dengan We Tappacina, anak Datue ri MACCAPAI (MAJAPAHIT): Datu Luwu II).
saya persingkat, seterusnya hingga Datu Luwu’ yang terakhir, ANDI’ PATIWARE’ alias ANDI’DJEMMA BARUE.
Dalam Buku H.M Sanusi Daeng Mattata yang saya pegang sekarang ini, ditulis pada tahun 1960an,(beliau lahir pada tahun 1909 di Cappasolo Luwu pernah menjadi sekretaris pribadi Raja Luwu, Andi Jemma Datu Luwu yang terakhir dan Sekaligus menjadi Sekretaris Kerajaan Luwu), juga menerjemahkan kata Maccapai dalam naskah Galigo menjadi Majapahit seperti dibawah ini;
Datu No.1. Batara Guru. nama dalam kitab la galigo; La toge'langi'(baginda mempunyai 3 permaisuri. Dari permaisurinya yang pertama Enyilitomo lahir seorang puteranya yang bernama Batara Lattu, dan dari permaisurinya yang bernama Wesaungiriu, lahir dua anaknya, yaitu Lapanguriseng Toappananrang dan Leleulung. Sedangkan dari permaisurinya yang bernama Leleuleng lahir tiga anaknya, yaitu Latemmalureng, Datu Maogoe dan Latemmalolo.
Datu no. 2. Batara Lattu.(dalam kitab La galigo; La Tiuleng) Inilah ayah Sawerigading dan Etenriabeng.
Datu no. 3. Simpurusiang, puteri Etenriabeng.
Datu no. 4. Anakaji, putera baginda Simpurusiang. Menurut kitab I La Galigo, Baginda Anakaji kawin dengan seorang puteri dari kerajaan Maccapai atau Majapahit.
Jika dalam dialek Jawa, pengucapan Majapahit terdengar 'J' nya lebih jelas, maka kemungkinan, raja Luwu menyebutnya dengan MaCCaPai' karena ejaan luwu tidak lazim pengucapan konsonan akhir dengan huruf T. Dalam tradisi Kerajaan Luwu, yang berhak menjadi Raja adalah putra mahkota dengan keturunan Raja yang jelas. putri raja tidak diizinkan menikah dengan raja dari luar Luwu, karena itu bisa diartikan tunduknya Luwu kepada kerajaan lain. kecuali salah satu putri Luwu yang menikah dengan putra mahkota bugis Bone diluar wilayah Luwu, yaitu di Bugis Wajo.sedangkan jika putra mahkota kawin dengan putri raja kerajaan lain, maka dianggap kekeluargaan, bukan penaklukan wilayah lain. Jika Maccapai adalah Majapahit, mengapa putra mahkota Luwu, Anakaji menginginkan puteri raja Maccapai?
Menurut banyak pakar, bagian awal epos pra la galigo mungkin terjadi pada abad ke 9 - 10. atau 11. Sedangkan DR. Christian Pelras mengatakan bagian kisah Sawerigading atau yang mirip dengan itu mungkin terjadi pada abad ke-12.
Dilihat dari silsilahnya, BataraLattu, nama dalam kitab La Galigo; La Tiuleng ( batara yang dimaksud terjemahan dari Bahasa Bugis Bittara atau betara yang berarti jauh diatas sana), memiliki dua anak bernama Saweri Gading dan saudara perempuannya bernama We tenriabeng, Sawerigading memiliki anak salah satunya bernama La Galigo hasil dari perkawinannya dengan putri Cina atau indocina? atau kampung cina wajo? yang bernama We Chu Da'i, dan We Tenriabeng memiliki anak bernama Simpurusiang (keponakan Sawerigading) dan Simpurusiang memiliki anak bernama Anakaji, jadi Anakaji masih cucu Sawerigading, atau anaknya keponakannya Sawerigading. inilah yang kawin dengan putri We Tappacina. We Tappacina Anak Datue ri Maccapai (anak Raja di Majapahit?), We julukan untuk putri Raja, Tappacina rada bertampang Cina. entah nama aslinya siapa.
"We estimated than Anakaji ruled at the end of the thirteenth century. According to a Lontara' Luwu' kept by Andi Sumange'rukka, datu Pattojo in Soppeng.."
Mengapa Anakaji ingin menikah dengan Anak Raja Maccapai yang katanya tappacina bertampang cina? Entahlah. kita lanjutkan dengan ringkasan perjalanan Sawerigading.
Berawal dari rasa kecewa Sawerigading yang ditolak keinginannya untuk menikah dengan We tenriabeng,.dan bersamaan dia menerima kenyataan pahit bahwa we Tenriabeng ternyata saudara perempuannya sendiri, maka disaat sakit hati Sawerigading mengucapkan sumpah tidak akan pulang ke Luwu, dia ingin menuju Cina yang menurut We Tenriabeng disana ada putri raja yang kecantikannya mirip dengannya, namanya I We Chu Da'i.
Sawerigading digambarkan sebagai seorang kapten kapal yang perkasa. dan tempat-tempat yang pernah dikunjunginya antara lain adalah Taranate (Ternate di Maluku), Gima (diduga Bima atau Sumbawa), Bali, Jawa Rilau dan Jawa Ritengnga,(Jawa sebelah Timur dan bagian Tengah), Sunra Rilau dan Sunra Riaja (kemungkinan Sunda bagian Timur dan Sunda Barat) Bakke diduga Pulau bangka, dan Melaka. Ia juga menjelajah hingga ke Asia Tenggara dari satu negeri ke negeri lain hingga ke Timur Jauh.
Dikisahkan Swerigading bersama pasukannya juga mengalami banyak peperangan. diantara kapal kapal laut itu, Sawerigading berada di kapal yang paling besar dan sering menabuh nekara gong raksasa agar dentumannya dapat didengar oleh lawan lawannya di laut dan pantai.
pertempuran Sawerigading salah satunya melawan Sattia Bonga alias Lompeng ri Jawa. dalam tulisan Daeng Mallonjo di Palopo, setelah Sattia Bonga dikalahkan, Sawerigading lalu mengajukan pertanyaan kepada Sattia Bonga sebagai berikut:
"Apakah masih ada pahlawan saudara yang akan mengadakan perlawanan ?"
"Engkau wahai Tuan laksana angin sedang kami laksana daun Kayu.dimana angin bertiup disitulah kami terdampar". Pengakuan kekalahan Sattia Bonga kepada Sawerigading yang akhirnya Sawerigading memberikan bantuan kepada sattia Bonga untuk mengangkut pasukannya kepangkalannya.(maka disebutkan Sattia Bonga di Jawa Wolio). wolio itu di Buton. Setelah semua musuh yang menantang Sawerigading dikalahkan, perjalanan pun diteruskan.
Beberapa tahun setelah menikah dengan We Cu Da'i, Sawerigading memutuskan pulang ke Luwu, namun karena melanggar sumpahnya bahwa dia tidak ingin kembali ke Luwu, maka dia diusir. mahkamah Luwu tidak ingin sikap melanggar janji menjadi kebiasaan buruk generasi selanjutnya. tinggallah We Cu Dai yang sedang mengandung I la Galigo di Luwu, karena Luwu membutuhkan keturunan jelas dari Raja untuk menjadi putra mahkota. meski I la Galigo juga tidak menjadi Raja seperti ayahnya dan juga menjadi kapten kapal. dalam bahasa sastra Galigo, Sawerigading di benamkan di bawah bumi, ada yang mengartikan tenggelam, ada yang mengartikan dia harus pergi dari Luwu menuju daerah daerah kerajaan lain yang dianggap 'dibawah' atau di daerah selatan daerah yang pernah dia jelajahi sebelumnya. maklum, sastrawan jaman dulu tidak mengerti kalau bumi itu bulat. tahunya melihat horizon laut seperti menurun kebawah. Menurut Sekretaris Raja Luwu, Daeng Mattata, tegasnya Sawerigading diusir dan sawerigading menjadi pengembara.
Pertanyaan1, kemana Sawerigading, atau tokoh yang serupa dengan si mister gading ini jika dia ada, beserta beberapa anaknya yang mungkin separuh cina yang lahir duluan, kakak kakak La Galigo pergi?
Taranate (Ternate di Maluku)?, Gima (diduga Bima atau Sumbawa)?, Bali, Jawa Rilau dan Jawa Ritengnga,(Jawa bagian Timur dan Tengah)?, Sunra Rilau dan Sunra Riaja (kemungkinan Sunda bagian Timur dan Sunda sebelah Barat)? Pulau bangka? Sumatra? atau Melaka?.
Pertanyaan 2, Jika semua pra Galigo murni 100% mitos, maka Anakaji masuk dalam pasca galigo, jika benar Maccapai itu Majapahit seperti yang dipercaya oleh Andi Jemma Datu Luwu, bukan mancapai yang mungkin di sebelah tenggara sulawesi, mengapa Anakaji maunya dengan yang berpenampilan TappaCina atau bertampang cina dari Majapahit?
Pertanyaan 3, dalam penelitian terbaru arkeolog, maka dibuat teori terbaru kemungkinan hubungan dagang Majapahit dan Luwu, dimana Luwu mungkin menjadi pemasok bahan dan senjata senjata pusaka untuk perlengkapan perang Majapahit.
maka pertanyaannya, mengapa Luwu rela membuatkan apa yang dianggap keramat oleh Kerajaan dan dijadikan barang dagangan kepada Majapahit? mengapa bukan bahan pammaro'nya (pamornya) saja? padahal mulai dari abad 12 hingga 19 dimana kerajaan lain disulawesi selatan mulai menjadi kuat dan tidak ingin dipengaruhi oleh Luwu , maka benturan antar kerajaan kerajaan tidak bisa dihindari, masing masing mulai saling meyerang dan tidak mau tunduk satu sama lain. periode sejarah mengerikan ini yang dinamakan Sianre Bale ( ikan makan ikan). Atau Sianre Baleni Tawwe ( ayolah ikan makan ikan, saling makan lah saling gigitlah, apa yang terjadi terjadilah)
Knowledge VS Wealth
11 years ago
0 comments:
Post a Comment