Daeng Marewa (kadang-kadang juga ditulis dengan ‘h’: Daeng Marewah),
Siapakah dia?
Bagi kebanyakan orang, termasuk mereka yang tinggal di Kepualauan Riau dan sekitarnya—juga Johor, Pahang, Selangor dan Kedah di wilayah Tanah Semenanjung Melayu (Malaysia), saat ini nama Daeng Marewa hampir tak lagi dikenal. Padahal, sejarah mencatat, Daeng Marewa adalah Yamtuan Muda alias Yang Dipertuan Muda Riau I. Jabatan setingkat Perdana Menteri itu ia sandang selama sekitar tujuh tahun (1721-1728), dan setelah ia mangkat posisinya digantikan sang adik, Daeng Celak (1728-1745).
Siapakah sesungguhnya Daeng Marewa—juga Daeng Celak—dan bagaimana mereka boleh duduk di tampuk tertinggi kekuasaan Kesultanan Melayu? Bukankah dari nama gelar (Daeng) yang mereka sandang, dan boleh dikaitkannya dengan kebangsawan Bugis-Makassar? Memang, Daeng Marewa dan Daeng Celak adalah dua di antara lima bersaudara “satria” Bugis-Makassar, putra Opu Tenri Borong Daeng Rilakka. Tiga saudara mereka yang lain adalah Daeng Perani, Daeng Manambung, dan Daeng Kamase.
Lima bersaudara keturunan bangsawan-petualang Bugis-Makassar, meminjam istilah sejarawan Taufik Abdullah, inilah yang ikut berperang penting dalam mengangkat marwah Kesultanan Melayu (Riau-Johor) pada abad XVIII. Berkat mereka, Kesultanan Melayu (saat itu berpusat di Johor, sehingga sejarah pun mencatatnya sebagai Kesultanan Melayu-Johor) boleh diselamatkan dari kehancuran akibat pendudukan Raja Kecil dari Siak. Ketika itu, Raja Kecil—yang mengklaim sebagai keturunan (alm) Sultan Mahmud Shah II—menuntut hak atas tahta di Johor. Dibantu orang-orang Minangkabau, pada Mac 1718, Raja Kecil berhasil menguasai istana Kesultanan Melayu-Johor, menyusul terbunuhnya Raja Muda Mahmud. Riau kepulauan dan sekitarnya pun, termasuk Lingga dan Bintan yang juga pernah jadi pusat kekuasaan Kesultanan Melayu, ikut dikuasai pasukan Raja Kecil.
Pihak kerabat Istana Johor yang melarikan diri ke Pahang lalu berpaling kepada pengembara Bugis-Makassar yang kala itu memang sudah dikenal sebagai salah satu kekuatan utama di kawasan Selat Melaka. Pilihan jatuh pada kekuatan lima bersaudara yang dipimpin Daeng Perani berserta para pengikutnya. Johor pun jadi ajang persaingan kekuasaan antara orang-orang Minangkabau, Bugis-Makassar, dan Melayu. Setelah melalui serangkaian pertempuran laut yang seru, orang-orang Bugis-Makassar berhasil menghalau kekuatan Raja Kecil. Istana Johor juga bisa direbut kembali. Sebagai kompensasi atas jasa-jasa mereka, Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (1721-1760) yang dilantik sebagai penguasa Johor menetapkan semacam kuasa bersama antara Melayu dan Bugis-Makassar atas kedaulatan Kesultanan Melayu-Johor.
Satu di antara lima bersaudara tersebut, Daeng Marewa, bahkan diberi kekuasaan khusus sebagai Yamtuan Muda alias Raja Muda di Riau. Adapun Daeng Perani—yang kelak jadi Raja Muda di Selangor—dan Daeng Celak kemudian dikawinkan dengan saudara-saudara Sultan Johor. Setelah Daeng Marewa wafat pada 1728, Daeng Celak tampil sebagai Yang Dipertuan Muda Riau II (1728-1745), sebelum akhirnya ia digantikan Daeng Kamboja—anak Daeng perani—sebagai Yang Dipertuan Muda Riau III. Hingga Kesultanan Melayu-Riau dibubarkan oleh Belanda pada 3 Februari 1911, jabatan Yang Dipertuan Muda Riau selanjutnya dipegang oleh anak cucu Daeng Celak yang sudah merupakan keturunan Melayu-Bugis-Makassar.
Tidak seperti leluhur mereka yang asli Bugis-Makassar, anak-anak berdarah Melayu-Bugis-Makassar ini tak lagi menyandang gelar daeng sebagai ciri kebangsawan mereka, tetapi tampil dengan gelar kebangsawanan baru: “raja”! Raja Haji Fisabilillah sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV tercatat sebagai penguasa pertama dari garis keturunan Melayu-Bugis-Makassar. Bagaimana “karier” Daeng Manambun dan Daeng Kamase? Tuhfat al-Nafis yang ditulis Raja Ali Haji—pada episode tentang sejarah dan silsilah Melayu-Bugis—menyebutkan, “Daeng Manambun menjadi raja di Mempawah (di Pulau Kalimantan—pen) bergelar Pangeran Emas Surya Negara… adapun Daeng Kamase berkuasa di negeri Sambas bergelar Pengeran Mangkubumi.”
3 comments:
assalamualaikum wr, wb…. Sujud syukur saya ucapkan
kepada ALLAH SWT telah mempertemukan saya dengan Aki balapati.. dan berkat bantuan Aki balapati saya ini bisa bangkit lagi, Saya sudah membuka usaha JUAL ALAT BANGUNAN.. Saya atas nama Zahid Hamidi serta keluarga mengucapkan banyak terima kasih yg amat dalam kpd Aki balapati atas pertolongannya melalui angka2 togel ini.. Memang di internet sudah banyak (MODUS PENIPUAN) yang ngaku2 bisa meramal togel tapi hasil NOL.!! Saya cuma percaya kpd Aki balapati karna saya buktikan sendiri.. Bagi anda yang ingin seperti saya anda bisa Call Aki balapati di 0853 9233 2888 atau kunjungi blog yang saya tempati mengambil nomor AKI di http://setan-togel988.blogspot.co.id
Memang kepercayaan itu adalah suatu keberhasilan karna saya sudah merasakannya..
Nama:Zahid Hamidi
Tempat Asal:Tasikmalaya Jl. Pahlawan KH. Z. Mustofa RT. 09/08 Desa Sukamenak Kec. Sukarame Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
Daeng itu bukan gelar kebangsawanan, tapi panggilan yang ditujukan kepada orang yang tergolong pada kasta baik-baik (dalam keturunannya tidak ditemukan seorang yang terlahir dari zina). Gelar kebangsawanan untuk luwu Datu dengan Ofu, bone Andi / wajo andi juga.
Naskah Silsilah Yang diPertuan Muda Riau, disusun pada bulan Januari tahun 1855 oleh Residen Belanda T.J. WIller berdasarkan pernyataan dari Pangeran yang berkuasa, Raja Ali.
https://www.scribd.com/document/477545647/Family-Tree-of-the-Viceroys-of-Riau-Silsilah-Yang-diPertuan-Muda-Riau-Willer-1855
Post a Comment